Lintasanberitaindonesia.com - Apa anda sudah tahu bahwa ada berjuta-juta bakteri yang hidup pada tubuh Anda, baik di luar (kulit) maupun di dalam tubuh Anda (usus)?
Pada kenyataannya, di dalam usus manusia hidup sekitar 100 triliun bakteri atau 10 kali lipat lebih banyak daripada sel-sel tubuh manusia itu sendiri.
Bakteri usus atau yang juga disebut dengan flora usus, dapat mempengaruhi kesehatan seseorang dalam banyak cara; mulai dari membantu menghasilkan energi untuk membantu membangun sistem kekebalan tubuh hingga melindungi tubuh dari infeksi berbahaya yang disebabkan oleh bakteri lainnya.
Hingga saat ini para ahli baru mulai mengerti apa saja dampak dari perubahan komposisi bakteri usus seseorang terhadap kesehatannya secara keseluruhan. Di bawah ini Anda dapat melihat 5 pengaruh bakteri usus terhadap kesehatan Anda.
1. Obesitas
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa bakteri usus dapat mempengaruhi berat badan seseorang. Sebuah penelitian baru menemukan bahwa orang yang menderita obesitas memiliki bakteri usus yang tidak terlalu beragam dibandingkan dengan orang yang kurus.
Penelitian lainnya menemukan bahwa peningkatan jumlah bakteri usus yang disebut dengan Firmicutes dan penurunan jumlah bakteri usus yang disebut dengan Bacteroidetes juga berhubungan dengan terjadinya obesitas.
2. Penyakit Jantung
Menurut sebuah penelitian baru, saat bakteri usus diberi makan makanan tertentu, seperti telur dan daging sapi, maka mereka akan memproduksi suatu komponen tertentu yang dapat meningkatkan resiko terjadinya gangguan jantung.
Para peserta penelitian yang memiliki kadar komponen yang lebih tinggi (komponen ini dikenal dengan nama trimetilamin N-oksida) di dalam darahnya memiliki resiko 2.5 kali lebih besar untuk mengalami serangan jantung, stroke, atau meninggal dalam waktu 3 tahun dibandingkan dengan orang yang memiliki kadar trimetilamin N-oksida yang lebih rendah di dalam darahnya. Oleh karena itu, kurangilah konsumsi makanan yang mengandung banyak lemak dan kolesterol.
3. Sistem Kekebalan Tubuh
Usus Anda merupakan arena utama di dalam tubuh di mana sistem kekebalan tubuh Anda akan berinteraksi dengan berbagai hal yang berasal dari luar tubuh Anda. Oleh karena itu, interaksi di antara bakteri usus Anda dengan sel-sel tubuh Anda sendiri tampaknya memiliki peranan yang sangat penting di dalam perkembangan dan kekuatan sistem kekebalan tubuh Anda.
Menurut sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2003, para ahli menemukan bahwa jaringan getah bening yang terdapat di dalam usus manusia mengandung banyak sekali sel-sel yang berfungsi untuk melawan kuman penyebab penyakit.
Sebuah penelitian lain yang dilakukan pada tahun 2012 menemukan bahwa bayi yang diberi ASI eksklusif memiliki bakteri usus yang lebih beragam dibandingkan dengan bayi yang hanya diberi susu formula. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh mereka.
3. Otak
Sebuah penelitian yang dilakukan pada hewan percobaan menemukan bahwa gangguan pada bakteri usus manusia ternyata juga dapat mempengaruhi otak dan perilakunya.
Pada penelitian yang dilakukan pada tahun 2011, para ahli menemukan bahwa tikus percobaan yang diberi antibiotika (membunuh bakteri ususnya) menjadi tidak terlalu gelisah dan saat bakteri ususnya kembali normal, para tikus percobaan pun kembali menjadi gelisah.
Melalui percobaan tersebut, para ahli menemukan bahwa tikus percobaan yang diberikan antibiotika mengalami perubahan pada zat kimia di dalam otaknya, yang berhubungan dengan terjadinya depresi.
Hal ini membuat para ahli menduga bahwa bakteri usus dapat menghasilkan berbagai zat kimia yang akan mempengaruhi otak.
Jika bakteri usus turut berperan dalam perilaku manusia, maka terapi yang bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan bakteri usus seperti probiotik, mungkin juga dapat membantu memperbaiki perilaku dan mood seseorang.
5. Oik Pada Bayi
Gangguan keseimbangan bakteri usus pada bayi dapat menyebabkan terjadinya kolik atau bayi menjadi rewel. Bayi yang menderita kolik akan menangis lebih dari 3 jam sehari walaupun tidak menderita gangguan kesehatan apapun.
Para ahli menemukan bahwa bayi yang menderita kolik memiliki jumlah proteobacteria yang lebih tinggi di dalam ususnya dibandingkan dengan bayi lain yang tidak menderita kolik.
Proteobacteria merupakan bakteri yang telah diketahui dapat menghasilkan gas, yang dapat menyebabkan terjadinya nyeri perut pada bayi dan membuatnya menjadi lebih rewel.
Gangguan ini biasanya menghilang dengan sendirinya setelah beberapa bulan pertama kehidupan bayi, yang menunjukkan bahwa gangguan ini bersifat sementara.
Penulis → livescience
loading...
Tidak ada komentar:
Write komentar